Rabu, 29 Oktober 2014
Japenese Fun 2014
Untuk siapapun yang ingin belajar dan menyukai kebudayaan Jepang!
Datanglah ke Japanese Fun dimana keinginan kalian akan terpuaskan di suatu event seru.
Bakal ada native speaker (asli dari Jepang) yang siap menuturkan bagaimana kebudayaan-kebudayaan unik di Jepang
Bagi yang suka memasak dan ingin belajar memasak masakan Jepang, jangan khawatir, ada cooking class membuat miso soup dan dango yang pastinya seru dan menyenangkan.
Atau bagi yang ingin mengikuti exchange program ke Jepang, bakal ada sharing student exchange program SUIJI yang pengalamannya pasti sangat berharga
Bagi penggemar anime atau cosplay, bersiaplah! Akan ada cosplay performance, interview, dan workshop dengan Albatross Force !!!
Fasilitas yang akan kalian dapatkan :
- Photobooth (menggunakan yukata)
- Souvenir lucu
- Fortune Cookies
- Snack
- Sertifikat
- dan masih banyak lainnya!
Japanese Fun akan dihelat pada Sabtu, 8 November 2014 di ruang 105 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada pukul 07.00-13.00
Harga tiket
Presale : IDR 20k
On the spot : IDR 30k
Pendaftaran (presale) :
Tempat pendaftaran di sekretariat ASC (Agritech Study Club) FTP UGM, Kamis-Jumat, 30-31 Oktober 2014 dan Senin-Jumat, 3-7 November 2014, pukul 13.00-16.00
CP:
- AST : 081392484825
- Tonny : 08989013896
More info:
www.facebook.com/JapaneseFun2014
Kamis, 17 Juli 2014
Belantara Reklame Kota Yogyakarta
Mungkin inilah salah satu upaya Indonesia mengkonservasi hutan belantara, dengan cara mengkonversinnya menjadi belantara reklame. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia pun tak luput dari proyek ini, termasuk Yogyakarta, kota yang konon disebut sebagai kota ramah lingkungan. Ramah lingkungan? Ya, Patung Adipura membuktikannya. Oh, tapi tunggu dulu, belantara reklame membantahnya.
Setiap hari, kami sebagai warga kota Yogyakarta yang baik harus suka rela menyaksikan berjuta reklame di pinggir maupun melintangi jalan. Kesemrawutan penempatan reklame menjadi menu penutup sarapan di setiap pagi. Maka tak jarang, demi menjaga kewarasan, saya memvariasi rute pulang pergi kuliah reguler dengan rute yang sedikit frekuensi reklamenya.
Keberadaan reklame yang berlebih ini, sebenarnya juga berbahaya bagi keselematan pengguna jalan. Selain dapat meningkatkan risiko kecelakaan karena menurunnya konsentrasi pengendara, probabilitas korban berjatuhan karena cerita reklame rubuh akan meningkat. Namun, ada positifnya juga, hal ini dapat meningkatkan kesadaran pengendara akan penggunaan helm SNI yang baik dan benar. Tapi, helm pun tak akan kuat menahan hantaman reklame rubuh. Sepertinya... tak ada bedanya. :|
Penempatan reklame pada gedung-gedung bernilai historis juga menurunkan nilai-nilai kebudayaan kota Yogyakarta. Hal ini juga dapat mengurangi frekuensi turis yang berkunjung. Niatnya datang ke Jogja untuk melihat keindahan arsitektur kolonial Belanda, justru disuguhi pemandangan iklan makanan cepat saji atau bahkan sinetron 'Ganteng-Ganteng Serigala'nya salah satu TV swasta. Wajar jika turis berpikir dua kali datang kembali ke Jogja.
Akhir-akhir ini, kompetisi produk antar perusahaan semakin sengit. Contohnya, yang paling ketat, persaingan antar provider telekomunikasi dan rokok. Persaingan mereka muncul dipermukaan tidak hanya dalam media dalam ruangan seperti televisi atau koran, tapi juga dalam bentuk reklame-reklame besar di pinggir jalan. Karena hal iniliah, keberadaan reklame menjadi sangat eksis dan dibutuhkan oleh berbagai perusahaan.
Pemkot Yogyakarta tak luput mendapat berkah dari eksistensi reklame ini. Pajak reklame memberi andil cukup besar dalam Pendapatan Asli Daerah kota Yogyakarta. Pada tahun 2009 saja, pemkot Yogyakarta mendapat pemasukan pajak reklame sebesar 5 miliar rupiah. Pendapatan ini terus meningkat setiap tahunnya. Betapa menggiurkan.
Terlepas dari semua itu, segala bentuk kesemrawutan reklame harus dihilangkan. Mungkin tak semua warga Jogja acuh dengan isu ini, akan tetapi sebagian juga concern dan menginginkan Jogja lebih baik dengan penataan reklame yang prima. Atau mungkin, bolehkah kita bermimpi melihat wajah kota Yogyakarta baru tanpa reklame satu pun? Bolehkah kita bermimpi melihat Jogja seperti melihat Sao Paolo? Baca http://www.memobee.com/sao-paulo-kota-besar-tanpa-satu-pun-papan-iklan-1702-sms.html . Sepertinya untuk 1 tahun ke depan akan sangat sulit direalisasikan.
Pernahkah kalian menonton Shingeki no Kyojin (Attack on Titan) ? Aku tertarik dengan salah satu quote nya yang diungkapkan oleh Armin Arlert , "Orang yang tidak bisa mengorbankan sesuatu, tidak akan mengubah apapun". Sama dengan masalah reklame, kalau pemkot tidak segera berkorban mengurangi pendapatan dari pajak reklame dengan mengurangi dan menatanya, maka aku tak ragu kota Yogyakarta akan benar-benar menjadi belantara reklame. Toh jika reklame ditata turis yang datang ke Jogja juga akan semakin banyak. Jadi, kami sebagai warga kota Yogyakarta dan sekitarnya berharap melihat pengorbananmu, Pemkot Yogyakarta.
Rabu, 16 Juli 2014
China atau Jerman? Kuharap Keduanya, Kontraktor
--------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu, 13 Juli 2014
Esensi Warnet : Dulu dan Kini
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Itu adalah sedikit cuplikan yang menjelaskan gambaran Warnet saat ini secara implisit.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah kutelusuri, ternyata letak keunggulan warnet yang bertahan adalah perubahan esensi warnet itu sendiri. Perubahan tujuan orang-orang ke warnet. Dulu ketika koneksi internet masih terbilang jarang di rumah, orang-orang pergi ke warnet untuk mencari informasi yang diperlukan untuk tugas dan lain-lain. Dengan kata lain esensi warnet awalnya adalah menghubungkan seseorang dengan dunia maya.
Lalu, apa yang terjadi sekarang ketika orang-orang sudah tidak lagi memerlukan lagi koneksi internet oleh warnet? Ya, pihak warnet menangkap kegelisahan rakyat Indonesia akan kebutuhan batiniyahnya. Kebutuhan yang SEBENARNYA tidak murah tapi dapat 'dimurahkan' berkat campur tangan warnet. Kalian tahu kebutuhan apa itu? Kalian pasti tahu, kebutuhan menonton film!
Bayangkan jika kita akan membeli dvd blu-ray film original, SEBUAH fim saja, harus merogoh kocek sekitar Rp 200.000,00 - Rp 400.000,00. Bandingkan dengan kenikmatan yang warnet berikan. Kita hanya harus menyiapkan hardisk eksternal untuk menampung film blu-ray yang akan dicopy. Asal kapasitas hardisk eksternal masih mampu menampung, sepuasnya kita bisa mengcopy film blu-ray dari server warnet! Hanya modal hardisk eksternal dan uang 10ribuan, plus uang parkir, kita bisa menikmati berpuluh film berkualitas blu-ray sepuasnya. Tak heran, warnet yang mengakomodasi fasilitas ini mulai jam 10 pagi pasti sudah penuh.
Itulah yang terjadi saat in. Saat-saat di mana mayoritas orang datang ke warnet dengan tujuan mencopy film. Dengan ajaibnnya, esensi warnet awal bisa berubah menjadi gudang film. Sekarang, aku bertanya-tanya, apakah nama 'warnet' akan berubah menjadi 'warlem' alias 'WARung fiLEM'? hehe..
Menarik ditunggu kiprah warlem ini kedepannya. Suatu hari nanti pasti lambat laun, kegiatan pembajakan pasti akan benar-benar dilarang. Saat-saat itulah warlem akan bermetamorfosa lagi, berubah esensi agar bisa tetap bertahan. Menarik ditunggu :).
Sabtu, 12 Juli 2014
Perlukah Organisasi?
Saya Dayat. Seseorang yang tidak terkenal. Tidak terlalu punya banyak teman. Tidak punya banyak pengalaman. Tidak pernah diperhitungkan.
Saya baru saja diterima oleh UGM sebagai maba jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Saya bertekad ingin mengubah, memperbaiki diri, mencari banyak teman, mencari pengalaman dan ingin diperhitungkan. Saya harus ikut organisasi.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Juli 2014
Saya lelah. Setiap hari harus ke kampus dikala semua orang di rumah menikmati masa liburnya masing-masing. Dikala setiap orang update status sedang liburan entah kemana, bersenang-senang tentunya. Saya marah, dikala ada orang yang update status, menggerutu karena libur-libur harus ke kampus, padahal hanya satu hari saja. Mbok plis, lihatlah aku! Berhentilah menggerutu. Saya iri, teman-teman yang hidupnya selo, tidak ikut segala macam ini, tidak usah bersusah payah seperti ini, tidak perlu mengotori tangan dengan hal-hal seperti ini, tapi memiliki IP yang sangat bagus, jauh lebih baik dariku. Saya iri, ketika teman-teman bisa belajar dengan tenang, sedangkan saya masih berkutat dengan hal ini dan itu, mengorbankan UAS, mengorbankan nilai, mengorbankan segalanya.
Tapi semua itu adalah pilihan yang telah saya ambil. Ya, saya tidak boleh menggerutu.
Toh, saya bisa kenal dengan si A, orang yang dulu hanya bisa saya dengar dari cerita orang-orang. Saya bisa kenal dengan kakak-kakak angkatan, yang dulu adalah sesuatu yang hanya bisa saya impikan. Saya bisa mengerti perihal AD/ART, peminjaman ruang, sponsorship, hubungan dengan TU dan masih banyak lainnya, yang dulu kuanggap sebagai hal yang tabu. Saya bisa ikut banyak outbond/LK/apapun itu sehingga sepatu rusak dan bisa membeli yang baru. Saya bisa senang bersama atau sedih bersama teman-teman ketika menikmati berhasilnya atau gagalnya acara yang sama-sama kami buat. Saya bisa merasakan hal-hal yang tidak seluruh orang lain bisa rasakan, merasakan kebersamaan dalam kesulitan. Saya bisa tidur di sekre sesuka hatinya. Saya merasa lebih tenang dalam menghadapi masalah, mengorganisirnya. Dan pada akhirnya, saya lebih diperhitungkan dibanding saat Mei 2013 itu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalian tahu? Ikut organisasi itu tak semudah yang mbak Presma UGM 2 tahun lalu bicarakan. Dia ikut 8 organisasi. Oke, karena dia memang punya bakat di bidang itu. Beliau juga sudah berpengalaman, SMP dan SMA sudah aktif. Bagaimana denganku? SMP tidak ikut apa-apa. SMA ikut satu organisasi kerohanian tapi tidak pernah hadir kalau ada rapat. Sekarang, dengan 3 biji organisasi yang saya jalani pun, tak heran masih banyak menggerutu. Ditambah lagi ketika teman-teman (jika layak disebut demikian) satu persatu kabur menghilang dari keorganisasian seperti yang saya lakukan dulu. Beban bagi yang ditinggalkan pun mulai muncul. Organisasi tak seperti yang saya bayangkan ketika pertama kali dituturi oleh Presma UGM 2 tahun lalu.
Jadi, perlukah organisasi? Sebenarnya hal ini juga tergantung oleh pribadi masing-masing. Apakah sudah mempunyai kesibukan sendiri, seperti kerja part time, sibuk mengurusi kampung, atau belajar meneruskan bisnis orang tua? Jika sudah, maka sepertinya tidak perlulah ikut organisasi karena hal-hal tersebut juga mengasah soft skill dan juga sudah memakan banyak waktu. Jika belum punya kesibukan, maka haruslah ikut organisasi. Sangat sia-sia kalau kuliah hanya dihabiskan dengan main-main saja, apalagi mainan laptop di rumah sendirian. Waktu sangat berharga. Tapi, jangan naif, jangan mengikuti terlalu banyak organisasi seperti mbak Presma. Kita adalah diri kita, kita bukan mbak presma. Lebih baik ikut organisasi secukupnya sehingga dapat fokus ke setiap organisasi daripada ikut terlalu banyak sehingga justru kesulitan membagi prioritas.
Ya begitulah, penuturan dari saya, menurut pengalaman yang terjadi selama 2 semester ini. 2 semester yang saya habiskan dengan masalah akademis dan non akademis. 2 semester yang penuh cerita. 2 semester yang penuh pembelajaran kehidupan.
Semoga kalian mengerti. Berbahagialah.
Minggu, 23 Maret 2014
Romansa Desa Kisik
Ah lelah sekali rasanya. Tersibukkan karena praktikum dan berbagai pilihan. Sekarang pun saya sedang berdilema diantara dua pilihan. Mau ikut atau pulang ke rumah -> cuci kaki -> minum susu -> lalu tidur sore unyu.
Pada akhirnya saya memilih ikut namun dengan alasan yang sangat laknat, yaitu supaya besok lagi ketika disuruh ikut bisa mengelak karena sudah pernah ikut.
Jadi hari ini adalah sore hari pasca hujan mengguyur ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukan hanya itu, hari ini merupakan hari Sabtu yang notabene hari departemen syiar KMMTP bertandang ke desa binaan untuk mengemban misi mulia. Mengajar TPA. Dan khusus tanggal 15 Maret 2014 merupakan jadwal departemen MO (Media Opini) 'menemani' syiar mengajar TPA. Dan disinilah kami, bertiga, dari departemen MO bercampur dengan syiar, sudah siap berangkat menuju Desa Kisik, sang desa binaan.
Ah, setidaknya ada pengobat lelah untuk sementara waktu dalam perjalanan. Indahnya perjalanan ditemani dengan pemandangan sawah terhampar di pelupuk mata. Sayang, matahari sedang tidak menampakan batang hidungnya. Tak apalah, bisa melihat pemandangan yang jauh saja sudah sangat bersyukur, apalagi sekarang kita tidak bisa melihat pemandangan jauh di dalam kota karena tertutup oleh berbagai atribut parpol yang terkadang merusak pandangan, mempersempit kreativitas dan mengkatalis gemuruh kemarahan dalam dada.
Celotehan ramai anak-anak kecil terdengar dari parkiran masjid. Sesekali saya melihat beberapa kepala manusia cilik tersembul keluar, tersenyum, sambil melihatkan deretan gigi ompongnya. Sebuah kesadaran menghantam kepala, semacam pemutaran balik adegan-adegan lama yang terekam baik dalam memori masa lalu. Ah, saya pernah belajar TPA, dan suasananya tidak jauh dari sekarang ini, mirip sekali, atau bahkan sama persis.
Semacam tersedot dalam pusaran waktu yang membawa diri saya ke masa lalu, indahnya masa lalu, itulah diri saya saat ini. Berada di pinggiran masjid, duduk bersila, di sisi tempat ikhwan-ikhwan berada, bersebrangan dengan tempat akhwat, dan... tak jarang sepasang mata saling bertemu, ah masa lalu sekali.
Namanya Zaenal, saya tidak tahu dia baru saja makan apa. Sesuatu yang ber-ATP tinggi, mungkin. Yang jelas, saat ini dia sedang berlarian kesana kemari, tertawa-tawa, mengajak bermain (lebih cenderung ke mengajak ribut) kakak-kakak mahasiswa, bercanda kemudian bertengkar dengan temannya seakan dia tidak mempunyai rasa lelah. Saya jadi teringat dulu punya teman yang juga seperti Zaenal, tidak bisa diatur dan membuat jengkel ustad atau ustadahnya. Sampai terkadang membuat marah ustad dan akhirnya kelas menjadi hening.
Namanya Toni, saya tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Jadi beginilah ceritanya. Saat kak kadep (kepala departemen) syiar sedang berbicara di depan, tiba-tiba Toni, yang duduk di dekatku menjawil sembari memanggilku "Mas Dayat, Mas Dayat". Kemudian aku meladeni panggilannya, "Apa Dik?". Sambil berbisik dia bertanya "Mbak itu namanya siapa ya? *sambil menunjuk kadep MO (kadepku)*". Aku menjawab "Oh itu -mbak kadep MO-". Kemudian dia bicara "Menurutmu -mbak kadep MO- cantik nggak?". Saya berpikir sebentar, memutuskan jawaban yang aman, "Lha menurutmu?". Si Toni terlihat berpikir sejenak, tiba-tiba dia memanggil -mbak kadep MO- dengan lantang, "-mbak kadep MO- -mbak kadep MO-". Ketika -mbak kadep MO- sudah menengok Toni, kemudian Toni dengan lantang berbicara "-Mbak kadep MO-, Mas Dayat padamu!".............................................................................. Maksude opohhh -_______-. Saya hanya bisa mengelus dada. Teman-teman lainnya tampaknya mendengar. Dan tertawa. Ketika tangan ini sudah lelah mengelus dada, saya suruh Toni untuk gantian mengelus dada saya. Dia manut, dan hanya bisa tertawa sembari mengelus dada saya. Teman-teman tertawa lebih kencang....... Saya merasa terhinakan.
Ah, beruntunglah kita sebagai makhluk generasi 90an yang belum mengenal rangkaian kata 'aku padamu' saat masih kecil. Beruntunglah kita bisa melihat keceriaan Teletubbies yang gemar memeluk satu sama lain. Beruntunglah harga HP saat itu masih sangat mahal. Beruntunglah kita tidak boleh mengendarai motor saat itu. Ah, saya miris melihat anak-anak kecil saat ini.
-----------------------------------------------------------------------------
Ya pada akhirnya, kesimpulan... tidak ada. Saya hanya ingin bernostalgia dengan masa lalu yang indah, tanpa beban, bertetangga dengan baik, gembira jasmani rohani dan tidak ada laporan praktikum . Dulu juga saya pernah di'pacok-pacokke' karena sebuah kesalah pahaman. Bedanya, dulu saya sebagai santri yang dipacokpacokke oleh pengajar. Sekarang, saya sebagai pengajar yang dipacokpacokke oleh santri. Persamaannya, sama-sama saat kegiatan TPA berlangsung. Roda zaman sudah berputar, terkadang ada sesuatu yang berubah dan ada pula sesuatu yang tetap, tidak berubah.
NB: Percakapan dengan Toni aslinya menggunakan bahasa Jawa
Alasan saya ikut ke Desa Kisik jangan ditiru. Pada akhirnya saya sangat gembira mengikuti acara tersebut. Saya selalu gembira apabila diajak nostalgia masa kecil, tapi saya juga mencoba tidak terperangkap dalam ke'zonaamanan' masa kecil yang menjerumuskan.
Minggu, 16 Maret 2014
Misteri Si-Mbak-Yang-Beberapa-Minggu-Lalu-Masuk-Tribun
Minggu, 02 Maret 2014
3 Cara Mengenali Dosen
Dosen, adalah seonggok makhluk yang.... ah saya terlalu hiperbola. Pada hakikatnya, dosen juga manusia. Mereka butuh makan, minum, tidur juga buang air, sama selayaknya manusia hidup. Mungkin jika dalam dunia kebahasaan, makna dosen sendiri telah mengalami peyorasi. Dulunya dosen berarti seseorang yang mesti dihormati. Sekarang, di era milenium ini, dosen berubah makna menjadi seseorang yang menyebalkan*. Entah evolusi bagaimanakah yang dapat mengubah makna dosen tersebut. Yang jelas, evolusi tersebut memakan waktu yang panjang dan berpuluh angkatan telah ambil bagian menyumbangkan buah pikirannya (lebih menyerupai cacian daripada buah pikiran, sebenarnya).
Ah sudahlah.
Oke, mengenali dosen itu penting bagi para mahasiswa. Ada banyak alasan mengapa bisa demikian. Mungkin bagi para teman-teman yang sudah mencicipi bangku perkuliahan sudah mengerti, jadi tidak usahlah saya uraikan di sini.
Selama sesemester lebih beberapa minggu ini, saya telah secara diam-diam melakukan penelitian bagaimanakah cara mengenali dosen (jangan percaya). Nah, ternyata ada banyak cara mengenali dosen, entah itu yang sudah selama ini kita tahu atau yang benar-benar tak kita ketahui. Nah, berikut ini adalah beberapa cara mengenali dosen :
1. Bacalah nama dosen
Nah ini penting sekali bagi seseorang yang belum pernah bertemu sama sekali dengan subyek (dosen). Biasanya saya dan teman-teman sering membaca nama beserta gelarnya untuk mengira-ngira bagaimana 'perangai' subyek ketika di dalam maupun luar kelas.
Bagaimana cara mengira-ngira? Pertama kita perhatikan namanya. Contoh: bila subyek bernama 'Suratin' (hanya contoh, tidak cenderung kepihak manapun), berarti dapat diperkirakan bahwa si subyek berumur 45an keatas karena namanya masih masuk dalam angkatan jawa lampau (yaitu angkatan dimana biasanya sebuah keluarga dari jawa terdiri atas sepasang orang tua dan memiliki lebih dari 5 anak, menganut sistem banyak anak banyak rezeki dan sistem nama anak singkat agar orang tua mudah menghapal nama anak-anaknya). Contoh lainnya : nama subyek 'Darmawan Aji Santoso' (hanya contoh, tidak cenderung ke pihak manapun), kalau yang seperti ini dapat diperkirakan berumur 35an ke bawah. Karena biasanya angkatan ini memiliki nama yang panjang dan sudah menggunakan dasar bahasa Indonesia (dalam contoh, kata 'darmawan' dari kata 'dermawan'). Coba tengoklah nama anda, kurang lebih sama kan?
Setelah mengetahui kemungkinan umur subyek, kita harus menyocokkan perkiraan umur tersebut dengan teori. Nah, teorinya, semakin tua seorang subyek, maka semakin killer (tegas) subyek tersebut.... Maka perlakuan kita terhadap subyekpun pesti berbeda.
Pengetahuan terhadap subyek dapat kita perbaiki lagi dengan cara membaca gelarnya. Contohnya, jika subyek memiliki gelar Prof... maka kita seyogyanya harus memastikan dan menguasai benar benar apa yang akan kita perdebatkan dengan subyek. Karena sesungguhnya, mereka pintar. Pintar sekali. Contoh lainnya, jika dosen hanya memiliki satu gelar dan itu pun gelar baru (STP, SS, SI dll), maka jangan terlalu takut untuk berdebat dengan subyek (biasanya mereka masih labil. meski tetap pintar). Dan biasanya subyek yang seperti itulah yang masih beraroma seperti guru.
Meski begitu cara pertama ini tidak terlalu ampuh untuk mengenali dosen, karena contohnya bisa saja ada dosen yang berumur 60an tapi tidak killer, tak selamanya yang bernama 'kuno' adalah orang berumur 45 keatas (saya punya teman bernama 'Joko Sutanto' berumur 18 tahun, sehat) dll. Margin error cara ini bisa mencapai 35%. Cara pertama ini cocok hanya saat kita belum benar-benar bertemu dengan subyek namun harus berurusan dengannya beberapa jam kemudian.
2. Tanya kepada kakak angkatan
Nah ini, ini lebih ampuh dibanding sebelumnya. Kakak angkatan, dengan segala pahit getir, suka duka, senang susahnya berhubungan dengan subyek pasti dapat menjadi sumber informasi yang berharga. Akan tetapi, pilihlah kakak angkatan yang sedikit menaruh rasa emosional pada subyek. Jangan sampai kita memilih yang sudah terlalu banyak memendam rasa pada si subyek. Bukannya mendapat informasi berharga justru diberondong oleh curhatan kakak angkatan, atau bahkan cacian. Biasanya kakak angkatan yang seperti itu mempunyai satu pengalaman khusus dengan subyek. Pengalaman pahit mungkin. Sehingga dia hanya memberi informasi yang negatif-negatif saja, padahal si subyek justru memiliki banyak hal positif.
Jadi tinggal pintar-pintarlah kita memilih kakak angkatan yang tepat. Margin error dari cari ini berkisar antara 5- 30%. Semakin kecil margin error maka semakin tepat kita memilih kakak angkatan.
3. Perhatikan detail dosen
Saat subyek mengajar anda, untuk mengenali si subyek, anda harus memperhatikannya sekaligus memperhatikan materi yang dibawanya.
Contoh:
((Kondisi)) ---> ((Maka)) ---> ((kesimpulan))
Dosen berkerudung ---> Dosen beragama islam---> Sapalah dengan salam islam.
Dosen tidak berkerudung ---> Dosen bisa beragama apa saja ---> Sapalah dengan salam indonesia
Dosen menggunakan kalung salib ---> Dosen beragama antara kristen atau katolik ---> Jangan pernah sekalipun disapa dengan salam islam
Dosen menerangkan menggunakan LCD sambil duduk ---> Dosen malas ---> Nilai IP matkul tersebut lama keluar
Dosen menyuruh mahasiswa untuk membuat presentasi ---> Dosen malas ---> Nilai IP matkul tersebut terakhir keluar
Dosen berjilbab ---> Dosen kurang modis ---> Jangan pernah menyinggung mode baju zaman sekarang
Dosen berhijab ---> Dosen modis ---> Pakailah hijab kreasi baru (hijab kereta kelinci mungkin?) saat kuliah dosen tersebut. Rasakan sensasinya.
Dosen suka tertawa dan mahasiswa tertawa ---> Dosen humoris ---> Selama satu semester kalian berbahagia.
Dosen suka tertawa dan mahasiswa tidak tertawa ---> Dosen gayus ---> Pura-pura tertawalah untuk menyenangkannya
Dosen tidak suka tertawa dan mahasiswa tidak tertawa ---> Dosen killer ---> Ambil tempat duduk dibelakang pojok. tutupi mukamu dengan tirai. tidurlah.
Nah itulah tadi 3 cara mengenali dosen. Ambilah manfaatnya buanglah yang buruk buruk. Terimakasih :))
-----------------------------------------------------------------------------------------
*tidak semua orang mengatakan dosen itu menyebalkan. Dosen juga manusia. Beberapa dosen kelewat baik malah :)
Selasa, 18 Februari 2014
Negeri Penghujat Hujan
Sumpah serapah menggumam keluar dari mulut saya sore ini. Saya tak habis pikir mengapa bisa lupa. Hari ini, hari jum'at. Mestinya saya tahu bahwa jam-jam menjelang sore, jalanan pasti padat. Padahal saya sudah menterlambat-terlambatkan perjalanan menuju kosan teman. Hari ini adalah hari pertama makrab PHPT. Secara jadwal, mahasiswa PHPT 2013 sudah diharuskan datang ke PTF sebelum jam 3 sore untuk selanjutnya diangkut ke lokasi makrab. Sekarang jam berapa? Masih jam 2. Waktu Indonesia Ngaret.*
Sambil memutari setengah lingkaran bundaran MGU dengan motor, saya mendongak keatas. Perbendaharaan sumpah serapah yang keluar dari mulutpun semakin lengkap. Terlihat disana, di atap langit, awan hitam menggantung mengejek kepada setiap insan di bawahnya seakan ia memliki kuasa atas kebahagiaan mereka. Dan memang ia memilikinya. Menyadari hujan akan tumpah, sayapun memacu motor meliuk-liuk diantara semrawutnya jalanan di depan RS ADSEHTEB. Akhirnya rasa lega mengaliri setiap jengkal tubuh, saya berhasil melewati jalan terjal tersebut. Jalanan menjadi lebih lengang ketika saya mulai berbelok ke utara menuju kosan teman. Tapi, tunggu, apa ini? Titik-titik kecil air berjatuhan dari atap langit. "Ah, paling-paling gerimisnya lama" sambil lalu saya bergumam.
3 detik kemudian. Dinginnya air hujan menghujam tubuh sampai ulu hati. Hujan marah. Hujan turun dengan derasnya. Sambil menggerutu saya segera menepi di dekat fakultas MUKUH. Betapa pecahnya emosi saya saat ini. Diperparah dengan gumaman pria setengah baya yang juga sedang memakai mantolnya di belakang saya. "Ass ngopo to ndadak udan?", gerutunya. Dalam diam saya menyetujuinya, mungkin lebih tepatnya lega karena mempunyai teman sesama penghujat hujan saat ini.
"Akhiree" saya mendesah lega ketika BERHASIL masuk ke dalam pelataran kosan teman. Setelah sebelumnya sempat terjadi insiden dimana saya tak kunjung masuk karena dilarang oleh seseorang. Saya tak tahu mengapa. Tapi yang jelas, saya tahu seseorang tadi telah membuat saya menghujat hujan lebih keras. Ah sudahlah, lakukan yang harus dilakukan, sesimpel itu saja kok. Kami bertiga, aku, NAILAV dan INGA, sudah siap untuk berjalan kaki menuju PTF menembus derasnya hujan. Sebelumnya saya harus memarkirkan motor dan meminta izin.
Mimpi apa saya semalam? Lelucon apalagi yang saya dapatkan ini? KEBETULAN apa lagi yang mendera ini? Terkadang kebetulan memiliki selera humor yang sadis. Saya tidak boleh parkir di sini. Sejenak, dalam guyuran hujan, saya tertunduk meresapi apa yang terjadi. Kemarahan itu semakin menjadi-jadi. Dan saya menjadikan hujan sebagai hulu dari semua masalah ini. Menjadikannya sebagai sumber segala permasalahan ini. Menimpahkan semua kekesalan kepada hujan, meski saya tahu hujan tidak bersalah, tetapi setidaknya harus ada yang disalahkan. Ego meresapi saya, tak mau menyalahkan diri sendiri atas segala kekacauan ini.
Dalam diam saya menuju ke kosan teman yang lain. Memarkir motor sekenanya. Saya tidak khawatir motor saya hilang. Kekecewaan sudah terlanjur menggelayut dalam pikiran, menggusur ruang-ruang yang biasanya ditempati oleh kekhawatiran. Saya sudah tidak punya alasan untuk khawatir. Apalagi memikirkan motor. Saya hanya memikirkan bagaimana menuju PTF dan kata-kata apa yang dirasa belum digunakan untuk menghujat hujan. Saya sudah mulai bosan dengan kata yang itu-itu saja.
Banjir. Apalagi ini. Saya tidak bisa mengelak. Setinggi-tingginya celana disingsingkan tetap saja tercelup dalamnya air banjir. Dalam hujan deras ini, saya membelah daerah MAYAG GNARAK sendirian, berjalan sendirian di keheningan kampung yang janggal. Orang-orang melihat saya seakan melihat anjing liar, mata mereka mengisyaratkan ketenangan yang dibuat-buat, ketakutan sekaligus kebencian selayaknya ketika melihat anjing liar lewat. Saya hanya bisa menghela napas dan melanjutkan perjalanan. Saya sudah tidak peduli dengan bagian bawah tubuh saya. Tanpa dilihat, sudah terasa. Saya menerka sudah 3/7 dari tubuh saya sudah basah terkena 'genangan air'. Lama-lama saya kebas, berhenti menghujat hujan. Biarlah semua mengalir. Sesekali napas panjang hilir mudik masuk keluar hidung.
Tak terasa saya sudah menginjakan kaki di sebagian lapangan D3 PTF. Untuk mempersingkat waktu, saya memutuskan langsung memotong jalan menuju ke koridor terdekat sebagai peneduh. Ketika rasa lega kembali mengaliri seluruh tubuh, tak diduga, tiba-tiba saya terperosok. Saya tak tahu kenapa, yang saya tahu dan sebenarnya tak mau tahu, 3/4 bagian tubuh saya sudah basah terkena air sialan itu. Segalanya tumpah, bukan air yang tumpah, akan tetapi kemarahan dan kejengkelan tumpah ruah menuduh hujan sebagai biang keladi semua ini. Setelah beberapa detik menenangkan diri dan bisa berfikir lagi, ternyata saya terperosok kedalam parit yang sebelumnya saya kira semen yang solid. Betapa tak beruntungnya. Tampaknya kemarahan telah mengaburkan pengelihatan dengan mengubah sesuatu yang baik menjadi buruk, yang buruk menjadi baik. Negara AISENODNI merdeka karena kemarahan rakyatnya terhadap penjajahan. Apakah kemarahan itulah yang mengubah sesuatu baik menjadi buruk seperti yang saat ini terjadi? Who knows.
Jadilah aku di sini. Bersama teman-teman, yang sehat tanpa kurang apapun hanya kurang basah (mereka kering seperti gurun saja), mendengarkan instruksi-instruksi dari kakak angkatan. Aku tak peduli. Pikiranku tidak sedang di sini, juga tidak sedang pada seseorang, akan tetapi tercurahkan seluruhnya hanya untuk menghujat hujan, mengutuk segalanya. Tiba-tiba saja saya sudah disuruh sholat ashar berjamaah bersama teman-teman lainnya.
Sholat saya tidak diterima. Bagaimana bisa diterima, kalau dalam sholat bukannya menghamba pada-Nya tetapi justru menghujat ciptaan-Nya, hujan? Ketika selesai salam, terdengar suara 'kresek-kresek' tanda mic tersentuh. "Assalamualaikum warahmatullah, wabarakatuh". Saya kaget, ternyata imamlah yang menyentuh mic tadi, dan sekarang tampaknya dia ingin berinteraksi dengan para jamaah. "Sekarang sedang hujan deras. Hujan itu bukan untuk dibenci tetapi disyukuri". Hati saya berdesir. "Ada 3 waktu ketika doa biasanya banyak dikabulkan. Yaitu yang pertama, ketika azan berkumandang, maka diam dan berdoalah ketika azan berkumandang. Selanjutnya, ketika hari jum'at, maka banyak berdoalah di hari jum'at. Dan yang ketiga, ketika sedang turun hujan, maka berdoalah saat hujan sedang turun agar hujan yang turun membawa rahmat dan manfaat dari Allah, bukannya bencana". Pipi saya panas. Entah dari mana seseorang menampar pipi saya. "Bapak-bapak, ibu-ibu, teman-teman, maka dianjurkanlah kita mengucap doa ketika hujan turun, yang berbunyi "Allahuma shayyiban naafi'a" yang berarti "Ya Allah, jadikan hujan ini hujan yang memberi manfaat.". Sesimpel itu saja tetapi seketika membuat hati saya runtuh.
**
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sejak saat itu saya berusaha tidak lagi menghujat hujan.
Hujan itu bukan untuk dibenci akan tetapi disyukuri.
Post ini ditujukan utamanya untuk para penghujat hujan di negeri penghujat hujan.
Saya sejujurnya sudah gerah membaca twit-twit kalian yang berbau menghujat hujan, akan tetapi ketika sekarang sedang turun abu vulkanik justru mengiba-ibakannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Waktu Ngaret Indonesia : relatif pada setiap manusia, seseorang bisa memiliki waktu 1 jam, sedangkan yang lainnya hanya 30 menit. Waktu ngaret juga ada di beberapa negara lain. Tetapi ada negara yang tidak memiliki waktu ngaret. Salah satu negara yang tidak memiliki waktu ngaret adalah Swiss.
** Cerita ini didasarkan pengalaman saya. Pesan dari imam yang sebenarnya, lebih sedikit panjang dan lebih menyentuh hati. Nama-nama yang terbalik juga memiliki arti tersendiri, tidak asal dibalik. Dan motor saya masih utuh.
Sabtu, 08 Februari 2014
Kopi Panas Rasa Dingin
Rabu, 22 Januari 2014
Fakta Kuliah : Tentang Nilai
Sudah sempurna melewati detik-detik menegangkan mengerjakan UAS pertama di kuliah nih. Tetapi, sesungguhnya detik-detik yang lebih menegangkan sudah menanti. Yaitu detik-detik menerima IP perdana.
Omong-omong, karena teringat IP, kali ini aku ingin membahas tentang penilaian saat kuliah, faktanya. ya, faktanya.
Fakta Kuliah : Tentang Nilai
Berikut ini adalah beberapa fakta tentang nilai yang berhasil aku simpulkan setelah menjalani 1 semester di jurusan TPHP:
1. Lebih Sulit - Apakah kalian pernah meluangkan waktu sebentar saja untuk bertanya-tanya 'Mengapa matematika yang saat masih SD banyak digemari oleh murid tetapi ketika beranjak SMA menjadi dibenci banyak murid?'. Jawabannya tentu saja mudah diterka, "Karena matematika semakin sulit. Saat SD masih mudah, sedangkan saat SMA sudah sulit". Semua orang juga tahu, setiap mata pelajaran pasti menjadi sulit seiring dengan naiknya murid ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi bukan fokus itu yang akan aku soroti, maka aku akan mengganti pertanyaannya menjadi "Mengapa matematika menjadi sulit?". Nah pasti kalian sudah memiliki jawaban tersendiri yang pasti benar. Karena memang pertanyaan ini bersifat subyektif, tidak mengikat teori tertentu. Tetapi di tengah derasnya opsi jawaban, aku akan membuka mata kalian dengan sebuah jawaban. "Mengapa matematika jadi sulit?", "karena semakin kesini, angka-angka menghilang dari matematika itu sendiri". Disadari tak disadari semakin ke jenjang yang lebih tinggi, angka-angka dalam soal matematika semakin sedikit. Contoh: Soal kelas 2 SD --> 63792 X 2123 = ? . Bandingkan dengan soal kelas 2 SMA ---> alogb + blogc ..... = 3 cari nilai a. Bandingkan, pada soal kelas 2 sd karakter yang berupa angka berjumlah 9 berbanding 2 yang bukan angka (kali dan samadengan), sangat berbeda dengan soal kelas 2 SMA yang hanya memiliki SATU karakter angka. Pada intinya, itulah yang sebenarnya yang menjadikan matematika susah.
Nah, setelah panjang lebar menjelaskan teori yang absurd tadi, saatnya aku mengkorelasikan antara teori tadi dengan nilai dalam perkuliahan. Nilai dalam perkuliahan mengenal dua sistem, dalam artian, sistem pertama adalah nilai-konservatif-sma, yaitu nilai berupa angka dan sistem kedua, nilai-dalam-berupa-huruf. Biasanya sistem penilaian perkuliahan menggunakan kedua sistem tersebut. Cara kerjanya adalah, untuk nilai UTS maupun UAS dirangkai dalam bentuk nilai berupa angka. Kemudian kedua nilai tersebut dengan masing-masing porsinya digabung kemudian dikonversi menjadi nilai-berupa-huruf. Nah nilai berupa huruf inilah yang menentukan IP mahasiswa tersebut.
Jika merujuk pada teori yang kuberikan pada paragraf pertama tadi, hal ini akan menyulitkan. Entah bagaimana caranya hal ini menyulitkan, karena angka dirubah menjadi huruf, sama halnya dengan matematika yang menghilang angka-angka digantikan oleh huruf alfabet yang sukses menjadikan matematika sulit. Apa artinya? Kenapa bisa demikian? Saya tidak tahu, karena saya juga bingung :|
2. Tidak sehat - Tahukah kalian? sistem penilian kuliah terkadang menjadikan mahasiswanya tidak sehat. Tidak sehat dalam fisik maupun mental. Beberapa dosen memutuskan untuk meniliai mahasiswanya hanya dari hasil UTS dan UAS. Hal itu mengakibatkan terciptanya SKS yang kita kenal selama ini. Akan tetapi bukan SKS yang berkepanjangan 'Sistem Kredit Semester'. SKS yang dimaksud adalah 'Sistem Kebut Semalam'. Banyak mahasiswa yang karena kesibukannya tidak bisa belajar secara rutin. Nah, karena dosen hanya menghendaki nilai UTS dan UAS, maka mau tak mau mahasiswa tersebut harus all out saat-saat itu. Walhasil, karena mahasiswa tersebut ketinggalan materi banyak, Ia hanya bisa menyicilnya semalam sebelum hari H dihelat. Hal ini berakibat dari kesehatan fisik maupun mental mahasiswa itu. Dari fisik, tentunya saat hari H justru mengantuk dan tak bisa memberi jawaban terbaik. Atau lebih buruk lagi, malah tiba-tiba sakit saat hari H sehingga tidak mengikuti ujian. Yang kedua, tidak sehat secara mental, kemungkinan mencontek lebih besar karena si mahasiswa merasa memiliki tekanan yang lebih besar pada ujian tersebut.
Nah, pada akhirnya, mahasiswa sendiri yang menentukan mau menjadi mahasiswa yang sehat atau sebaliknya. Kalau ingin sehat berarti hindarilah kedua hal yang kusebutkan tadi :)
3. Tidak adil - Terkadang sesuatu yang sekiranya baik justru tidak adil. Langsung saja kuberi contoh agar semua cepat mengerti. Contoh: Suatu mata pelajaran, sebut saja X. Mempunyai range nilai ---> A = 80-100, A- = 75-80 dan seterusnya. Ada dua mahasiswa, sebut saja A dan B. Si A mendapat nilai 80,5 dalam pelajaran X, sedangkan si B mendapat nilai 79,5 dalam mata pelajaran yang sama. Dengan melihat range nilai, si dosen memberikan nilai A pada si A dan nilai A- pada si B. Walhasil si A mendapat IP 4,00 sedangkan si B hanya mendapat IP 3,75. Jika kita berpikir rasional, hal itu sungguh tak adil. Bayangkan, nilai si A dengan si B secara matematis hanya terpisah sebesar 1 dengan skala 0-100. Sedangkan secara 'nilai IP'is mereka terpaut cukup jauh, yaitu 0,25 dengan skala 0-4. Jika 1 dibagi dengan skala, akan menghasilkan angka yang sangat kecil, yakni 0,01. Bandingkan jika 0,25 dibagi dengan 4, akan menghasilkan angka yang jauh lebih besar dibanding yang tadi, yaitu 0,0625. Perbandingan itu menarik kesimpulan bahwa, perbedaan sedikit saja pada batas range nilai akan berpengaruh banyak pada IP anda.
Cukup tidak adil.
4. Terkadang tidak adil itu menyenangkan - Sesungguhnya baik itu relatif. Tergantung dari baik itu dipandang dari sisi mana. Contohnya, fakta kuliah yang ketiga, itu dilihat dari sudut pandang si B yang merasa tak teradilkan. Nah, fakta yang keempat ini, sudut pandang akan berubah menjadi dari si A.
Pasti pada awalnya, setelah mendengar berita tersebut (dalam fakta no3) si A akan memasang muka bersimpati kemudian mencoba memberi pukpuk pada si B, akan tetapi, dalam hatinya, dalam lubuk hatinya..... huahahahahahahahahahhahahahahahahhahahahahahah.... begitulah, tak perlu aku jelaskan. Tentunya sebagai si A akan merasa sangat beruntung dan sangat berbahagia. Dan merasa bahwa terkadang ketidak adilan itu menyenangkan. Meskipun itu sadis, tapi itu fakta.
Oke, di fakta ke 4 ini, aku akan beri hikmahnya saja. Jadi hikmahnya adalah tak perlu menjadi yang terbaik untuk mendapat yang terbaik. Tak perlulah kau mendapat A dengan nilai 90 apabila kau bisa mendapat A dengan nilai 80. Ungkapan ini dapat digunakan untuk merilekskan dirimu saat sebelum ujian berlangsung. Mungkin kau akan lebih rileks dalam mengerjakan soal, sehingga mendapat yang terbaik :)
Oh iya, tak perlu risau apabila kalian tidak mendapat nilai sempurna. Karena sesungguhnya setelah kesempurnaan itu hanya ada kekurangan - Umar bin Khattab
Oke bloops. begitulah 4 fakta menarik yang dapat aku sampaikan malam ini. Ambillah manfaatnya, buanglah yang tidak tidak. Tularkanlah manfaat tersebut kepada orang lain. Karena sesungguhnya sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat kepada orang lain :)) Terimakasih~!