Rabu, 22 Januari 2014

Fakta Kuliah : Tentang Nilai

Malam blopps.. untuk kesekiankalinya aku menyapa dengan 'lama tak berjumpa'.

Sudah sempurna melewati detik-detik menegangkan mengerjakan UAS pertama di kuliah nih. Tetapi, sesungguhnya detik-detik yang lebih menegangkan sudah menanti. Yaitu detik-detik menerima IP perdana.

Omong-omong, karena teringat IP, kali ini aku ingin membahas tentang penilaian saat kuliah, faktanya. ya, faktanya.

Fakta Kuliah : Tentang Nilai

Apa itu nilai?. Dalam konteks ini, menurutku nilai adalah indikator seberapa mampu mahasiswa menguasai sebuah mata kuliah. Namun ironinya, tak semurni itulah nilai menjadi indikator kemampuan mahasiswa. Faktanya tak sedikit mahasiswa yang menghalalkan berbagai cara hanya untuk mendapat nilai bagus. Seperti contohnya, banyak mahasiswa yang menyontek saat UAS. Hal ini mengakibatkan nilai tak mampu menjadi indikator yang valid kemampuan mahasiswa tersebut karena nilai yang diperolehnya bukan 100% dari pekerjaannya.

Berikut ini adalah beberapa fakta tentang nilai yang berhasil aku simpulkan setelah menjalani 1 semester di jurusan TPHP:

1. Lebih Sulit - Apakah kalian pernah meluangkan waktu sebentar saja untuk bertanya-tanya 'Mengapa matematika yang saat masih SD banyak digemari oleh murid tetapi ketika beranjak SMA menjadi dibenci banyak murid?'. Jawabannya tentu saja mudah diterka, "Karena matematika semakin sulit. Saat SD masih mudah, sedangkan saat SMA sudah sulit". Semua orang juga tahu, setiap mata pelajaran pasti menjadi sulit seiring dengan naiknya murid ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi bukan fokus itu yang akan aku soroti, maka aku akan mengganti pertanyaannya menjadi "Mengapa matematika menjadi sulit?". Nah pasti kalian sudah memiliki jawaban tersendiri yang pasti benar. Karena memang pertanyaan ini bersifat subyektif, tidak mengikat teori tertentu. Tetapi di tengah derasnya opsi jawaban, aku akan membuka mata kalian dengan sebuah jawaban. "Mengapa matematika jadi sulit?", "karena semakin kesini, angka-angka menghilang dari matematika itu sendiri". Disadari tak disadari semakin ke jenjang yang lebih tinggi, angka-angka dalam soal matematika semakin sedikit. Contoh: Soal kelas 2 SD --> 63792 X 2123 = ? . Bandingkan dengan soal kelas 2 SMA ---> alogb + blogc ..... = 3 cari nilai a. Bandingkan, pada soal kelas 2 sd karakter yang berupa angka berjumlah 9 berbanding 2 yang bukan angka (kali dan samadengan), sangat berbeda dengan soal kelas 2 SMA yang hanya memiliki SATU karakter angka. Pada intinya, itulah yang sebenarnya yang menjadikan matematika susah.
Nah, setelah panjang lebar menjelaskan teori yang absurd tadi, saatnya aku mengkorelasikan antara teori tadi dengan nilai dalam perkuliahan. Nilai dalam perkuliahan mengenal dua sistem, dalam artian, sistem pertama adalah nilai-konservatif-sma, yaitu nilai berupa angka dan sistem kedua, nilai-dalam-berupa-huruf. Biasanya sistem penilaian perkuliahan menggunakan kedua sistem tersebut. Cara kerjanya adalah, untuk nilai UTS maupun UAS dirangkai dalam bentuk nilai berupa angka. Kemudian kedua nilai tersebut dengan masing-masing porsinya digabung kemudian dikonversi menjadi nilai-berupa-huruf. Nah nilai berupa huruf inilah yang menentukan IP mahasiswa tersebut.
Jika merujuk pada teori yang kuberikan pada paragraf pertama tadi, hal ini akan menyulitkan. Entah bagaimana caranya hal ini menyulitkan, karena angka dirubah menjadi huruf, sama halnya dengan matematika yang menghilang angka-angka digantikan oleh huruf alfabet yang sukses menjadikan matematika sulit. Apa artinya? Kenapa bisa demikian? Saya tidak tahu, karena saya juga bingung :|

2. Tidak sehat - Tahukah kalian? sistem penilian kuliah terkadang menjadikan mahasiswanya tidak sehat. Tidak sehat dalam fisik maupun mental. Beberapa dosen memutuskan untuk meniliai mahasiswanya hanya dari hasil UTS dan UAS. Hal itu mengakibatkan terciptanya SKS yang kita kenal selama ini. Akan tetapi bukan SKS yang berkepanjangan 'Sistem Kredit Semester'. SKS yang dimaksud adalah 'Sistem Kebut Semalam'. Banyak mahasiswa yang karena kesibukannya tidak bisa belajar secara rutin. Nah, karena dosen hanya menghendaki nilai UTS dan UAS, maka mau tak mau mahasiswa tersebut harus all out saat-saat itu. Walhasil, karena mahasiswa tersebut ketinggalan materi banyak, Ia hanya bisa menyicilnya semalam sebelum hari H dihelat. Hal ini berakibat dari kesehatan fisik maupun mental mahasiswa itu. Dari fisik, tentunya saat hari H justru mengantuk dan tak bisa memberi jawaban terbaik. Atau lebih buruk lagi, malah tiba-tiba sakit saat hari H sehingga tidak mengikuti ujian. Yang kedua, tidak sehat secara mental, kemungkinan mencontek lebih besar karena si mahasiswa merasa memiliki tekanan yang lebih besar pada ujian tersebut.
Nah, pada akhirnya, mahasiswa sendiri yang menentukan mau menjadi mahasiswa yang sehat atau sebaliknya. Kalau ingin sehat berarti hindarilah kedua hal yang kusebutkan tadi :)

3. Tidak adil - Terkadang sesuatu yang sekiranya baik justru tidak adil. Langsung saja kuberi contoh agar semua cepat mengerti. Contoh: Suatu mata pelajaran, sebut saja X. Mempunyai range nilai ---> A = 80-100, A- = 75-80 dan seterusnya. Ada dua mahasiswa, sebut saja A dan B. Si A mendapat nilai 80,5 dalam pelajaran X, sedangkan si B mendapat nilai 79,5 dalam mata pelajaran yang sama. Dengan melihat range nilai, si dosen memberikan nilai A pada si A dan nilai A- pada si B. Walhasil si A mendapat IP 4,00 sedangkan si B hanya mendapat IP 3,75. Jika kita berpikir rasional, hal itu sungguh tak adil. Bayangkan, nilai si A dengan si B secara matematis hanya terpisah sebesar 1 dengan skala 0-100. Sedangkan secara 'nilai IP'is mereka terpaut cukup jauh, yaitu 0,25 dengan skala 0-4. Jika 1 dibagi dengan skala, akan menghasilkan angka yang sangat kecil, yakni 0,01. Bandingkan jika 0,25 dibagi dengan 4, akan menghasilkan angka yang jauh lebih besar dibanding yang tadi, yaitu 0,0625. Perbandingan itu menarik kesimpulan bahwa, perbedaan sedikit saja pada batas range nilai akan berpengaruh banyak pada IP anda.
Cukup tidak adil.

4. Terkadang tidak adil itu menyenangkan - Sesungguhnya baik itu relatif. Tergantung dari baik itu dipandang dari sisi mana. Contohnya, fakta kuliah yang ketiga, itu dilihat dari sudut pandang si B yang merasa tak teradilkan. Nah, fakta yang keempat ini, sudut pandang akan berubah menjadi dari si A.
Pasti pada awalnya, setelah mendengar berita tersebut (dalam fakta no3) si A akan memasang muka bersimpati kemudian mencoba memberi pukpuk pada si B, akan tetapi, dalam hatinya, dalam lubuk hatinya..... huahahahahahahahahahhahahahahahahhahahahahahah.... begitulah, tak perlu aku jelaskan. Tentunya sebagai si A akan merasa sangat beruntung dan sangat berbahagia. Dan merasa bahwa terkadang ketidak adilan itu menyenangkan. Meskipun itu sadis, tapi itu fakta.
Oke, di fakta ke 4 ini, aku akan beri hikmahnya saja. Jadi hikmahnya adalah tak perlu menjadi yang terbaik untuk mendapat yang terbaik. Tak perlulah kau mendapat A dengan nilai 90 apabila kau bisa mendapat A dengan nilai 80. Ungkapan ini dapat digunakan untuk merilekskan dirimu saat sebelum ujian berlangsung. Mungkin kau akan lebih rileks dalam mengerjakan soal, sehingga mendapat yang terbaik :)
Oh iya, tak perlu risau apabila kalian tidak mendapat nilai sempurna. Karena sesungguhnya setelah kesempurnaan itu hanya ada kekurangan - Umar bin Khattab


Oke bloops. begitulah 4 fakta menarik yang dapat aku sampaikan malam ini. Ambillah manfaatnya, buanglah yang tidak tidak. Tularkanlah manfaat tersebut kepada orang lain. Karena sesungguhnya sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat kepada orang lain :)) Terimakasih~!