Minggu, 23 Maret 2014

Romansa Desa Kisik

Sabtu, 15 Maret 2014

Ah lelah sekali rasanya. Tersibukkan karena praktikum dan berbagai pilihan. Sekarang pun saya sedang berdilema diantara dua pilihan. Mau ikut atau pulang ke rumah -> cuci kaki -> minum susu -> lalu tidur sore unyu.

Pada akhirnya saya memilih ikut namun dengan alasan yang sangat laknat, yaitu supaya besok lagi ketika disuruh ikut bisa mengelak karena sudah pernah ikut.

Jadi hari ini adalah sore hari pasca hujan mengguyur ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukan hanya itu, hari ini merupakan hari Sabtu yang notabene hari departemen syiar KMMTP bertandang ke desa binaan untuk mengemban misi mulia. Mengajar TPA. Dan khusus tanggal 15 Maret 2014 merupakan jadwal departemen MO (Media Opini) 'menemani' syiar mengajar TPA. Dan disinilah kami, bertiga, dari departemen MO bercampur dengan syiar, sudah siap berangkat menuju Desa Kisik, sang desa binaan.

Ah, setidaknya ada pengobat lelah untuk sementara waktu dalam perjalanan. Indahnya perjalanan ditemani dengan pemandangan sawah terhampar di pelupuk mata. Sayang, matahari sedang tidak menampakan batang hidungnya. Tak apalah, bisa melihat pemandangan yang jauh saja sudah sangat bersyukur, apalagi sekarang kita tidak bisa melihat pemandangan jauh di dalam kota karena tertutup oleh berbagai atribut parpol yang terkadang merusak pandangan, mempersempit kreativitas dan mengkatalis gemuruh kemarahan dalam dada.

Celotehan ramai anak-anak kecil terdengar dari parkiran masjid. Sesekali saya melihat beberapa kepala manusia cilik tersembul keluar, tersenyum, sambil melihatkan deretan gigi ompongnya. Sebuah kesadaran menghantam kepala, semacam pemutaran balik adegan-adegan lama yang terekam baik dalam memori masa lalu. Ah, saya pernah belajar TPA, dan suasananya tidak jauh dari sekarang ini, mirip sekali, atau bahkan sama persis.

Semacam tersedot dalam pusaran waktu yang membawa diri saya ke masa lalu, indahnya masa lalu, itulah diri saya saat ini. Berada di pinggiran masjid, duduk bersila, di sisi tempat ikhwan-ikhwan berada, bersebrangan dengan tempat akhwat, dan... tak jarang sepasang mata saling bertemu, ah masa lalu sekali.

Namanya Zaenal, saya tidak tahu dia baru saja makan apa. Sesuatu yang ber-ATP tinggi, mungkin. Yang jelas, saat ini dia sedang berlarian kesana kemari, tertawa-tawa, mengajak bermain (lebih cenderung ke mengajak ribut) kakak-kakak mahasiswa, bercanda kemudian bertengkar dengan temannya seakan dia tidak mempunyai rasa lelah. Saya jadi teringat dulu punya teman yang juga seperti Zaenal, tidak bisa diatur dan membuat jengkel ustad atau ustadahnya. Sampai terkadang membuat marah ustad dan akhirnya kelas menjadi hening.

Namanya Toni, saya tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Jadi beginilah ceritanya. Saat kak kadep (kepala departemen) syiar sedang berbicara di depan, tiba-tiba Toni, yang duduk di dekatku menjawil sembari memanggilku "Mas Dayat, Mas Dayat". Kemudian aku meladeni panggilannya, "Apa Dik?". Sambil berbisik dia bertanya "Mbak itu namanya siapa ya? *sambil menunjuk kadep MO (kadepku)*". Aku menjawab "Oh itu -mbak kadep MO-". Kemudian dia bicara "Menurutmu -mbak kadep MO- cantik nggak?". Saya berpikir sebentar, memutuskan jawaban yang aman, "Lha menurutmu?". Si Toni terlihat berpikir sejenak, tiba-tiba dia memanggil -mbak kadep MO- dengan lantang, "-mbak kadep MO- -mbak kadep MO-". Ketika -mbak kadep MO- sudah menengok Toni, kemudian Toni dengan lantang berbicara "-Mbak kadep MO-, Mas Dayat padamu!".............................................................................. Maksude opohhh -_______-. Saya hanya bisa mengelus dada. Teman-teman lainnya tampaknya mendengar. Dan tertawa. Ketika tangan ini sudah lelah mengelus dada, saya suruh Toni untuk gantian mengelus dada saya. Dia manut, dan hanya bisa tertawa sembari mengelus dada saya. Teman-teman tertawa lebih kencang....... Saya merasa terhinakan.

Ah, beruntunglah kita sebagai makhluk generasi 90an yang belum mengenal rangkaian kata 'aku padamu' saat masih kecil. Beruntunglah kita bisa melihat keceriaan Teletubbies yang gemar memeluk satu sama lain. Beruntunglah harga HP saat itu masih sangat mahal. Beruntunglah kita tidak boleh mengendarai motor saat itu. Ah, saya miris melihat anak-anak kecil saat ini.

-----------------------------------------------------------------------------

Ya pada akhirnya, kesimpulan... tidak ada. Saya hanya ingin bernostalgia dengan masa lalu yang indah, tanpa beban, bertetangga dengan baik, gembira jasmani rohani dan tidak ada laporan praktikum . Dulu juga saya pernah di'pacok-pacokke' karena sebuah kesalah pahaman. Bedanya, dulu saya sebagai santri yang dipacokpacokke oleh pengajar. Sekarang, saya sebagai pengajar yang dipacokpacokke oleh santri. Persamaannya, sama-sama saat kegiatan TPA berlangsung. Roda zaman sudah berputar, terkadang ada sesuatu yang berubah dan ada pula sesuatu yang tetap, tidak berubah.

NB: Percakapan dengan Toni aslinya menggunakan bahasa Jawa
Alasan saya ikut ke Desa Kisik jangan ditiru. Pada akhirnya saya sangat gembira mengikuti acara tersebut. Saya selalu gembira apabila diajak nostalgia masa kecil, tapi saya juga mencoba tidak terperangkap dalam ke'zonaamanan' masa kecil yang menjerumuskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar